RSS

Cinta dan Benci

24 oktober 2011 |14.03|hujan dengan angin mendera
backsound: Geisha – Cinta dan Benci

Bismillah...
Lama sudah tidak menuliskan isi hati dan fikiran kemedia yang seharusnya, lama memendam semua hanya dalam hati dan fikiran sendiri..
Geisha – Cinta dan Benci-nya mengalun dengan seksama, diiringi hujan yang setia berdampingan dengan anginnya. Suasana ribut mulai terdengar diruang tengah, mama tengah menjamu para tamunya, sebuah pertemuan ibu-ibu. Diruang ini ditemani Geisha merupakan suasana yang nyaman untuk kembali menyentuh sesuatu yang lama ditinggal.
Suasana pun mendukung untuk kembali mengingat “Cinta dan Benci” ku kepadanya. Seseorang pernah ku anggap sebagai seorang yang ku sayang sekaligus ku benci. Ya, dia yang ku kenal setahun lalu, diwajibakan mengenalnya karena program perkuliahan yang harus kujalani. Mengenalnya merupakan awal yang aneh, seorang yang nyeleneh yang sangat tidak ingin ku kenal sebenarnya. Dia adalah orang dengan tampilan yang memang se-dianya adalah dia. Dengan tampilan kaos oblong, jeans belel, dan sendal jepitnya yang ia pakai pada setiap kesempatan, entah itu resmi apalagi tidak resmi.

Perkenalan berlanjut dan berbagi tugas untuk program perkuliahan kali itu. Hidup bersama juga dengan teman-teman lain yang memang sudah ku kenal pada awal aku memasuki perguruan tinggi ini. Diawal program itu tidak ada sesuatu yang menarik darinya. Hanyalah hal negatif yang bisa kutangkap darinya, namun cukup lumayanlah sebagai hiburan dalam program ini. Dia hanyalah teman program yang tidak banyak terlibat, hanya memperhatikan dan mengkritik dengan kritkan pedasnya, dengan tertawaannya, dan dengan kata-kata kotornya yang terkadang keluar begitu saja. Tidak ada hal spesial lainnya.
Namun berganti hari, entah apa yang menarik darinya, kedekatan tercipta. Terlebih saat aku sakit pada program itu, no one caring me except him. Entahlah, mungkin ia hany menganggapku sebagai adiknya, tapi ada sesuatu yang berbeda yang kutangkap darinya. Berusaha mengelak dari “rasa” yang mulai tercipta, tapi entah mengapa hati malah terhanyut. Mulai dari tatap matanya hingga perlakuannya seakan menjadi sesuatu yang meyakinkanku dan membuatku percaya, walau sebenarnya ada yang protes dari lubuk hati. Lelah menolak segalnya, kupasrahkan saja pada yang kuasa akan rasaku itu. Terlebih saat teman-teman lain sudah memberikan sebutan dan panggilan yang “sesuatu” untuk kami. Kulihat dirinya juga menerima panggilan tersebut dengan begitu saja, jadi ya sudah kujalani saja tanpa ada alasan untuk menolak, anggaplah ini hiburan semasa program ini berlangsung.
Namun seorang teman program memperingatkanku akan hal yang kami jalani. Ia mengingatkanku untuk tidak bermain-main dengan namanyanya perasaan, karena ia tau yang akan merugi adalah aku. Ia memintaku untu mengambil sebuah keputusan, apakah mengiyakan hubungan atau tidak. Namun kuyakinkan ia bahwa tidak ada hubungan spesial di program ini. Ia percaya begitu sja, namun tetap meperingatkanku untuk tetap berhati-hati dengan hal telah kujalani. Kuamini kata-katanya, bahwa tidak ada hal spesial diprogram ini.
Berjalan waktu, teman-teman meminta izin untuk meninggalkan program beberapa waktu, tinggallah aku dan dirinya yang aneh itu. Entah mengapa tetap ingin menjalankan program walau hanya berdua dan dengan keyakinan program tidak berjalan hanya dengan berdua. Kedekatan semakin bertambah, setiap hari yang kutemui hanyalah dia, dan berbagi dengannya. Semuanya berjalan baik, dan aku kembali hanyut dalam rsa  yang sebenarnya ada. Entahlah padanya ada atau tidak. Namun dari sudut matanya terlihat ia juga mengamini rasaku. Dari sikapnya pun ia juga memperlihatkan sebuah perhatian yang bagiku “berbeda”. Sampai sewaktu ia terjatuh sakit aku hany ingin membalas perhatiannya ketika aku sakit sebelumnya. Aku menatap dirinya yang terbaring lemah, entah mengapa cemas yang begitu besar hadir, dan pada akhirnya memberikan perhatian yang begitu besar. Perhatian tersebut diartikan teman-teman lain sebagai hal lain pula, kuamini saja kata-kata mereka, karena memang ada rasa itu padaku,  tanpa mengetahui tanggapan dari dia yang kuberi perhatian tersebut. Dan sampai akhir program pun aku ber keyakinan rasa itu akan berlanjut.
Sesudah program berakhir, tetap ada hubungan dengannya. Masih sering berkirim kabar dengannya, walau itu hanya lewat SMS. Masih ada sebuah pengharapan dariku bahwa ia akan mengutarakan perasaannya yang sama dengan perasaanku saat itu. Namun lambat laun, SMS darinya semakin aneh, seolah menghindar dariku. Banyak kata maaf yang diutarakannya, tanpa aku tahu apa kesalahan yang telah diperbuatnya. Setiap kutanyakan alasannya, ia selalu menghindar dan mengatakan takut menyinggung perasaanku dan membuatku marah. Tanpa alasan pasti tidak mungkin aku marah kepadanya, yang memang sudah kusayanng semenjak program perkuliahan itu.
Lama aku menyimpan rasa pensaran, hingga pada akhirnya aku mendesaknya, dan ia berkata jujur perihal kesalahannya. Ternyata aku bukanlah orang yang mengenalnya dengan baik, dan aku masih belum mengenalinya selama aku menjalankan program dengannya. Ternyata tak ada arti perhatian yang ia berikan padaku. Perhatiannya hanyalah sebatas perhatian terhadap teman. Tidak seperti perhatianku kepadanya yang memang sudah berubah dengan rasa yang berbeda.
Kecewa yang sangat besar datang begitu saja, mengapa aku bisa dengan sangat mudah mempercayai orang yang baru kukenal sesaat. Mengapa aku sangat mudah terhanyut pada perhatian yang diberikannya padaku. Mengapa aku mengartikan lain perhatian dan tatap matanya padaku. Mengapa tidak kuterapkan prinsipku diawal program. Dan mengapa tidak kudengarkan peringatan temanku sebelumnya. Semuanya bercampur dan membuatku sangat terpukul.
Keterpurukanku bertambah lagi ketika aku mengetahui bahwa dirinya juga mengirimkan pesan-pesan curahan hatinya kepada seorang yang dikaguminya. Menceritakanku dan menceritakan perasaannya terhadapku yang memang tidak melebihi perasaan terhadap seorang teman. Dalam pesan-pesannya pun aku juga mengetahui bahwa ia masih memndam rasa pada temannya, dan berharap untuk diterima cintanya.
Maka terpuruklah aku yang memang tidak memiliki apa-apa dimatanya. Sungguh, aku tak berniat membencinya waktu itu. Namun situasi yang diciptakannyalah yang membuatku membencinya. Sangat-sangat membencinya. Begitu mudahnya ia mengatakan tidak memiliki rasa yang berbeda terhadapku, namun matanya berkata lain. Begitu mudahnya ia membohongi matanya. Hingga sampai detik ini aku masih tidak percaya bahya ia benar-benar tega melakukannya.
Dulu, aku menganggap mata adalah sesuatu yang tidak bisa berbohong. Tapi sekarang, ternyata mata itu bisa berbohong. Tidak ada llagi yang bisa kupercaya, baik itu omongan, perilakunya, apalagi tatap matanya yang sampai sekarang aku masih bisa membayangkannya. Tapi ya sudahlah, penyesalan selalu datang diakhir. Aku berusaha survive dan memperlihatkan padanya bahwa aku adalah seorang awnita yang kuat.
Seiring waktu berjalan terus kucoba untuk memaafkannya, memaafkan kesalahannya dan kesalahanku. Aku juga terus mencoba untuk menghilangkan segala rasaku padanya, dengan mencari kesibukan, dan tidak lagi berkirim kabar padanya. Sampai akhirnya aku benar-benar ikhlas dan memaafkannya. Kucoba kembali untuk menjalin silaturrahmi dengannya. Hanya dengan niat untuk tidak melupakan teman, karena bagaimanpun ia pernah berbuat baik padaku.
Berbulan-bulan tidak menghubunginya, sampailah sebuah rasa rindu hadir ketika tidak sengaja aku melihatnya dikampus. Aku beranikan diri untuk menghubunginya kembali sebagai teman. Ya, hanya sebagai teman, tidak ada yang kuinginkan lebih dari itu. Dan ia pun menyambut niat baikku dengan baik. Ia berbicara dengan baik, mungkin berusaha untuk menjaga perasaanku lagi, dan kembali meminta maaf atas perlakuannya. Hingga ku tau karma telah berlaku padanya. Tidak begitu senang mendengarnya, hanya terkejut, tidak ada alasan.
Sampailah sekarang masih terus berhubungan dengannya, walau terkadang isa memanggilku dengan kata-kata sayangnya, namun tidk arti lebih lagi bagiku. Semua sudah kujadikan pelajaran. Tidak ingin mengulangi kesalahan untuk cepat ppercaya kepadanya. Karena seperti katanya, aku belumlah mengenalnya dengan sepenuhnya. Hanya menjalaninya dengan senyum, berharap pertemanan ini tidak lagi ia dustai.
Terimakasih telah memberikan segudang rasa yang berbeda, dan telah memberikan pelajaran yang sangat besar padaku. Perkenalan kita membuatku lebih dewasa mengenalimu dan menjalankan pertemanan kita J
....
Hujan masih setia untuk turun sepertinya. Acara ibu-ibu pun telah selesai. Hatipun telah lega mencurahkan segalanya tentang cinta dan benci-ku. Tapi jujur, tak ada lagi benci kepadanya.
Alhamdulillah...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

Need your comment here guys ^_^